Hukum KB dalam Islam

14

Hukum KB Menurut al-Qur’an dan Hadits

Sebenarnya dalam al-Qur’an dan Hadits tidak ada nas yang shoreh yang melarang atau memerintahkan KB secara eksplisit, karena hukum ber-KB harus dikembalikan kepada kaidah hukum Islam, yaitu:

الا صل فى الأشياء الاباحة حتى يدل على الدليل على تحريمها

Tetapi dalam al-Qur’an ada ayat-ayat yang berindikasi tentang diperbolehkannya mengikuti program KB, yakni karena hal-hal berikut:

  • Menghawatirkan keselamatan jiwa atau kesehatan ibu. Hal ini sesuai dengan firman Allah:

ولا تلقوا بأيديكم إلى التهلكة (البقرة : 195)

“Janganlah kalian menjerumuskan diri dalam kerusakan”.

  • Menghawatirkan keselamatan agama, akibat kesempitan penghidupan hal ini sesuai dengan hadits Nabi:

كادا الفقر أن تكون كفرا

“Kefakiran atau kemiskinan itu mendekati kekufuran”.

  • Menghawatirkan kesehatan atau pendidikan anak-anak bila jarak kelahiran anak terlalu dekat sebagai mana hadits Nabi:

ولا ضرر ولا ضرار

“Jangan bahayakan dan jangan lupa membahayakan orang lain.

Sumber:

  1. Abdurrahman Umran, Islam dan KB (PT Lentera Basritama: jakarta. 1997)

KB Menurut Pandangan Islam

12

Pandangan Al-Qur’an Tentang Keluarga Berencana

Dalam al-Qur’an banyak sekali ayat yang memberikan petunjuk yang perlu kita laksanakan dalam kaitannya dengan KB diantaranya ialah :

Surat An-Nisa’ ayat 9:

وليخششش الذين لو تركوا من خلفهم ذرية ضعافا خافوا عليهم فليتقواالله واليقولوا سديدا

“Dan hendaklah takut pada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah. Mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.

Selain ayat diatas masih banyak ayat yang berisi petunjuk tentang pelaksanaan KB diantaranya ialah surat al-Qashas: 77, al-Baqarah: 233, Lukman: 14, al-Ahkaf: 15, al-Anfal: 53, dan at-Thalaq: 7.

Dari ayat-ayat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa petunjuk yang perlu dilaksanakan dalam KB antara lain, menjaga kesehatan istri, mempertimbangkan kepentingan anak, memperhitungkan biaya hidup brumah tangga.

Pandangan al-Hadits Tentang Keluarga Berencana

Dalam Hadits Nabi diriwayatkan:

إنك تدر ورثك أغنياء خير من أن تدرهم عالة لتكففون الناس (متفق عليه)

“sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan dari pada meninggalkan mereka menjadi beban atau tanggungan orang banyak.”

Dari hadits ini menjelaskan bahwa suami istri mempertimbangkan tentang biaya rumah tangga selagi keduanya masih hidup, jangan sampai anak-anak mereka menjadi beban bagi orang lain. Dengan demikian pengaturan kelahiran anak hendaknya dipikirkan bersama.

Menurut Pandangan Ulama

1)      Ulama’ yang memperbolehkan

Diantara ulama’ yang membolehkan adalah Imam al-Ghazali, Syaikh al-Hariri, Syaikh Syalthut, Ulama’ yang membolehkan ini berpendapat bahwa diperbolehkan mengikuti progaram KB dengan ketentuan antara lain, untuk menjaga kesehatan si ibu, menghindari kesulitan ibu, untuk menjarangkan anak. Mereka juga berpendapat bahwa perencanaan keluarga itu tidak sama dengan pembunuhan karena pembunuhan itu berlaku ketika janin mencapai tahap ketujuh dari penciptaan. Mereka mendasarkan pendapatnya pada surat al-Mu’minun ayat: 12, 13, 14.

2)      Ulama’ yang melarang

Selain ulama’ yang memperbolehkan ada para ulama’ yang melarang diantaranya ialah Prof. Dr. Madkour, Abu A’la al-Maududi. Mereka melarang mengikuti KB karena perbuatan itu termasuk membunuh keturunan seperti firman Allah:

ولا تقتلوا أولادكم من إملق نحن نرزقكم وإياهم

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut (kemiskinan) kami akan memberi rizkqi kepadamu dan kepada mereka”.

Sumber:

  1. Drs. H. Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah (PT Toko Gunung Agung : Jakarta. 1997)
  2. Abdurrahman Umran, Islam dan KB (PT Lentera Basritama: jakarta. 1997)
  3. H. Chuzamah, T. Yangro dkk. (ed), Problematika Hukum Islam Kontemporer (Pustaka Firdaus: Jakarta. 2002)

Cara KB yang Diperbolehkan dan yang Dilarang oleh Islam

13

Cara yang Diperbolehkan

Ada beberapa macam cara pencegahan kehamilan yang diperbolehkan oleh syara’ antara lain, menggunakan pil, suntikan, spiral, kondom, diafragma, tablet vaginal , tisue. Cara ini diperbolehkan asal tidak membahayakan nyawa sang ibu. Dan cara ini dapat dikategorikan kepada azl yang tidak dipermasalahkan hukumnya.

Alasan Diperbolehkannya KB

Menurut kelompok ulama yang membolehkan, dari segi nash, tidak ada nash yang sharih secara eksplisit melarang ataupun memerintahkan ber-KB.

Mereka juga beralasan dari sudut pandang ekonomi dan kesehatan, antara lain, sebagai berikut:

  1. Untuk memberikan kesempatan bagi wanita beristirahat antara dua kehamilan.
  2. Jika salah satu atau kedua orang pasangan suami istri memiliki penyakit yang dapat menular.
  3. Untuk melindungi kesehatan ibu.
  4. Jika keuangan suami istri tidak mencukupi untuk membiayai lebih banyak anak.
  5. Imam al-ghazali menambahkan satu lagi, yaitu menjaga kecantikan ibu.

Secara umum lembaga-lembaga fatwa di Indonesia menerima dan membolehkan KB. Majelis Ulama Indonesia menjelaskan, bahwa ajaran islam membenarkan Keluarga Berencana. Argumen yang membolehkannya adalah untuk menjaga kesehatan ibu dan anak, pendidikan anak agar menjadi anak yang sehat, cerdas, dan sholeh. Majelis Tarjih Muhamadiyah memandang KB sebagai jalan keluar dari keadaan mendesak, dibolehkan sebagai hukum pengecualian, yakni:

  1. Untuk menjaga keselamatan jiwa atau kesehatan ibu.
  2. Untuk menjaga keselamatan agama, orang tua yang dibebani kewajiban mencukupi keperluan hidup keluarga dan anak-anaknya.
  3. Untuk menjaga keselamatan jiwa, kesehatan atau pendidikan anak-anak.

Ulama-ulama NU termasuk memperbolehkan KB didasarkan pada prinsip kemaslahatan keluarga (Mashalihul Usrah) bagi pengembangan kemaslahatan umum (al-mashalihul ‘Ammah). Sedangkan menurut ulama PERSIS, KB dalam pengertian pengaturan jarak kelahiran hukumnya ibadah, dan tidak terlarang.

Bagi Negara, program KB dapat mengurangi beban negara. Contohnya sebelum tahun 1990 diprediksikan, tanpa program KB jumlah penduduk Indonesia tahun 2000 akan mencapai 285 juta jiwa. Namun dengan program KB, sensus pada tahun itu menunjukkan jumlah penduduk hanya 205 juta jiwa. Artinya, ada penghematan energi, pangan, dan sumber daya lain yang semestinya digunakan oleh 80 juta jiwa. Oleh karena itu program KB terus digalakkan oleh pemerintah.

Cara yang Dilarang

Ada juga cara pencegahan kehamilan yang dilarang oleh syara’, yaitu dengan cara merubah atau merusak organ tubuh yang bersangkutan. Cara-cara yang termasuk kategori ini antara lain, vasektomi, tubektomi, aborsi. Hal ini tidak diperbolehkan karena hal ini menentang tujuan pernikahan untuk menghasilakn keturunan.

 

Alasan Tidak Diperbolehkannya KB

Hukum KB bisa haram jika menggunakan alat atau dengan cara yang tidak dibenarkan dalam syariat islam.

Ada beberapa ulama yang menolak KB dengan alasan antara lain, yaitu:

  1. KB sama dengan pembunuhan bayi.
  2. KB merupakan tindakan tidak wajar (non-alamiah) dan bertentangan dengan fitrah.
  3. KB mengindikasikan pada ketidakyakinan akan perintah dan ketentuan Tuhan.
  4. KB berarti mengabaikan doa Nabi agar umat islam memperbanyak jumlahnya.
  5. KB akan membawa petaka konsekuensi-konsekuensi sosial.
  6. KB adalah suatu jenis konspirasi Imperialis Barat terhadap negara-negara yang berkembang.
  7. KB dilakukan karena niat yang tidak baik misalnya takut mengalami kesulitan ekonomi dan susah mendidik anak.

Para ulama sepakat bahwa menggunakan metode KB yang bersifat permanen hukumnya haram. Metode permanen adalah metode yang bersifat mantap, yang meliputi tindakan :

  1. Vasektomi atau vas Ligation
  2. Tubektomi atau Tubal Ligation (operasi ikat saluran telur)
  3. Histerektomi (operasi pengangkatan rahim)

Ulama mengharamkan metode kontrasepsi permanent ini karena menilainya sebagai bentuk pengebirian yang dilarang oleh Rasulullah saw. Sesuai dengan sabda Rasulullah : Tidaklah termasuk golongan kami (umat islam) orang yang mengebiri orang lain atau mengebiri dirinya sendiri. Disamping itu, tindakan sterilisasi juga dianggap sebagai mengubah firth kejadian manusia yang dilarang dalam islam.

Sumber:

  1. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah (PT Raja Grafindo Persada: Jakarta. 1997)
  2. Abdurrahman Umran, Islam dan KB (PT Lentera Basritama: jakarta. 1997)
  3. Musthafa Kamal, Fiqih Islam (Citra Karsa Mandiri: Yogyakarta. 2002)
  4. Abul Fadl Mohsin Ebrahim, Aborsi, Kontrasepsi dan Mengatasi Kemandulan (Mizan: Bandung. 1997)

Keluarga Berencana Dalam Islam

11

Pengertian Keluarga Berencana

Keluarga berencana merupakan suatu proses pengaturan kehamilan agar terciptanya suatu keluarga yang sejahtera. Adapun menurut Undang Nomor 52 Tahun 2009 pasal 1 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga menyebutkan bahwa Keluarga Berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan dan  bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga berkualitas.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1992 pasal 1 ayat 12 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera menyebutkan bahwa Keluarga berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera.

Pandangan Hukum Islam tentang Keluarga Berencana

  1. Hukum Ber-KB

KB secara prinsipil dapat diterima oleh Islam, bahkan KB dengan maksud menciptakan keluarga sejahtera yang berkualitas dan melahirkan keturunan yang tangguh sangat sejalan dengan tujuan syari`at Islam yaitu mewujudkan kemashlahatan bagi umatnya. Selain itu, Kb juga memiliki sejumlah manfaat yang dapat mencegah timbulnya kemudlaratan. Bila dilihat dari fungsi dan manfaat KB yang dapat melahirkan kemaslahatan dan mencegah kemudlaratan maka tidak diragukan lagi kebolehan KB dalam Islam.Namun persoalannya kemudian adalah : sejauh mana ia diperbolehkan? dan apa saja batasannya?. Hal tersebut akan terjawab pada penjelasan dibawah ini.

  1. Makna Keluarga Berencana

Para ulama yang membolehkan KB sepakat bahwa Keluarga Berencan (KB) yang dibolehkan syari`at adalah suatu usaha pengaturan/penjarangan kelahiran atau usaha pencegahan kehamilan sementara atas kesepakatan suami-isteri karena situasi dan kondisi tertentu untuk kepentingan (maslahat) keluarga. Dengan demikian KB disini mempunyai arti sama dengan tanzim al nasl (pengaturan keturunan). Sejauh pengertiannya adalah tanzim al nasl (pengaturan keturunan), bukan tahdid al nasl (pembatasan keturunan) dalam arti pemandulan (taqim) dan aborsi (isqot al-haml), maka KB tidak dilarang. Pemandulan dan aborsi yang dilarang oleh Islam disini adalah tindakan pemandulan atau aborsi yang tidak didasari medis yang syari`i. Adapun aborsi yang dilakukan atas dasar indikasi medis, seperti aborsi untuk menyelamatkan jiwa ibu atau karena analisa medis melihat kelainan dalam kehamilan, dibolehkan bahkan diharuskan. Begitu pula dengan pemandulan, jika dilakukan dalam keadaan darurat karena alasan medis, seperti pemandulan pada wanita yang terancam jiwanya jika ia hamil atau melahirkan maka hukumnya mubah. Kebolehan KB dalam batas pengertian diatas sudah banyak difatwakan , baik oleh individu ulama maupun lembaga-lembaga ke Islaman tingkat nasional dan internasional, sehingga dapat disimpulkan bahwa kebolehan KB dengan pengertian /batasan ini sudah hampir menjadi Ijma`Ulama. MUI (Majelis Ulama Indonesia) juga telah mengeluarkan fatwa serupa dalam Musyawarah Nasional Ulama tentang Kependudukan, Kesehatan dan Pembangunan tahun 1983. Betapapun secara teoritis sudah banyak fatwa ulama yang membolehkan KB dalam arti tanzim al-nasl, tetapi kita harus tetap memperhatikan jenis dan cara kerja alat/metode kontrasepsi yang akan digunakan untuk ber-KB.

  1. Metode/ Alat Kontrasepsi dan Hukum Penggunaannya

Ada lima 5 persoalan yang terkait dengan penggunaan alat kontrasepsi, yaitu :

  1. Cara kerjanya, apakah mencegah kehamilan (man’u al-haml) atau menggugurkan kehamilan (isqat al-haml)?
  2. Sifatnya, apakah ia hanya pencegahan kehamilan sementara atau bersifat pemandulan permanen (ta’qim)?
  3. Pemasangannya, Bagaimana dan siapa yang memasang alat kontrasepsi tersebut? (Hal ini berkaitan dengan masalah hukum melihat aurat orang lain).
  4. Implikasi alat kontrasepsi terhadap kesehatan penggunanya.
  5. Bahan yang digunakan untuk membuat alat kontrasepsi tersebut.

Alat kontrasepsi yang dibenarkan menurut Islam adalah yang cara kerjanya mencegah kehamilan (man’u al-haml), bersifat sementara (tidak permanen) dan dapat dipasang sendiri olrh yang bersangkutan atau oleh orang lain yang tidak haram memandang auratnya atau oleh orang lain yang pada dasarnya tidak boleh memandang auratnya tetapi dalam keadaan darurat ia dibolehkan. Selain itu bahan pembuatan yang digunakan harus berasal dari bahan yang halal, serta tidak menimbulkan implikasi yang membahayakan (mudlarat) bagi kesehatan.

Alat/metode kontrasepsi yang tersedia saat ini telah memenuhi kriteria-kriteria tersebut diatas, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa KB secara substansial tidak bertentangan dengan ajaran Islam bahkan merupakan salah satu bentuk implementasi semangat ajaran Islam dalam rangka mewujudkan sebuah kemashlahatan, yaitu menciptakan keluarga yang tangguh, mawardah, sakinah dan penuh rahmah. Selain itu, kebolehan (mubah) hukum ber KB, dengan ketentuan-ketentuan seperti dijelaskan diatas, sudah menjadi kesepakatan para ulama dalam forum-forum ke Islaman, baik pada tingkat nasional maupun Internasional (ijma’al-majami).

Sumber:

  1. H. Aminudin Yakub,MA-Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat
  2. Asy sya’rawi, M.M., 1995. Anda Bertanya Islam Menjawab Jilid 1-5. Gema Insani Press.Jakarta